Trivium; Makan nasi padang

Mentang-mentang mengusung musik cadas, band heavymetal asal Florida, Amerika Serikat, Trivium, langsung berburu nasi Padang saat tiba di Indonesia, Rabu (10/2).

"Mereka dengar nasi Padang enak, pedas. Mereka juga minta duren. Tapi, gue enggak kabulin nasi Padangnya. Gue ganti sate. Daripada gara-gara sakit perut, mereka batal manggung, kan berabe," ucap Promotor Javamusikindo, Adrie Subono saat ditemui di sela tur konser "Shogun" oleh Trivium, di Tennis Indoor, Senayan, Kamis (11/2) sore.

Meski pun tak jadi menyantap nasi padang yang pedas, band yang diawaki Matthew Heafy (gitar dan lead vocal), Corey Beauliu (gitar), Paolo Gregoletto (bas), pemain barunya, Nicholas Augusto (drum) ini tetap tampil garang di Tennis Indoort. Dalam durasi 2 jam mereka menyanyikan sekitar 25 lagu.


"Kampungan"


Adrie tak menyangka para personel Trivium ini ndeso. "Mereka bule kampung. Masuk hotel Ritz Carlton Mega Kuningan (tempat Trivium menginap), Matt langsung teriak, 'Wow, ini hotel yang paling mewah yang pernah kita inapi'. Kaget juga, kok segitunya?" ujar Adrie terkekeh.


Personel Trivium memang mengaku capek karena perjalanan dari Florida ke Indonesia memakan waktu 14 jam. Tapi setibanya di Jakarta mereka senang. "Cuacanya panas, seperti di Florida. Jadi, kita senang. Kami sangat antusias, apalagi kami dengar promotor Java selalu sukses," ucap Paolo saat interview terbatas di Ritz Carlton, Kuningan, Kamis siang.



Mereka sangat antusias datang ke Jakarta karena mendengar kegilaan para metalhead (penggemar metal) Tanah Air. Mereka mengaku tak memikirkan groupies. "Itu tidak penting, dan kita tidak mengurusi mereka. Kita kan sudah beristri," celetuk Matt.


Selama ini, untuk kawasan Asia mereka banyak manggung di Jepang. Namun ini bukan lantaran Matt setengah berdarah Jepang. "Kita datang ke suatu kota tergantung permintaan. Dari Jepang, kita sering diminta. Kenapa Indonesia jadi kota tujuan pertama tur tahun ini? Ya, karena jadwal di sini yang kami dapat pertama," jelas Paolo.


Trivium dibentuk tahun 1999 oleh Brad Lewter, Brent Young, dan Travis Smith, yang hengkang akhir tahun 2009 (diganti Nicholas). Saat merilis album perdana, Ember to Inferno (2003), band ini kerap dibandingkan dengan grup lawas Metallica. Ini lantaran cara Matt menggeber gitar disebut-sebut banyak terpengaruh band Metallica.


Belum lagi, solo bas Paolo disebut-sebut mirip Cliff Burton, bassis Metallica yang sudah almarhum. Namun Trivium, yang pernah sepanggung dengan Metallica, menolak disebut sebagai copycat Metallica.

"Dua band ini beda. Trivium punya style sendiri. Kita memang penggemar Metallica. Tapi, Trivium takkan pernah menggantikan Metallica. Apapun pendapat orang, terserah, kami tak peduli," kata Paolo.


Puasa teriak


Untuk membuktikan Trivium dan Metallica berbeda, Matt sempat mengurangi teriakan di album ketiga Trivium, The Crusade. "Ketika itu, Matt memang tidak banyak berteriak, tapi lebih mengedepankan vokalnya, dan lebih terdengar bernyanyi. Tapi tetap cadas," ujar Paolo. Lewat album ini, Trivium dinobatkan sebagai The Best Live Band of 2006 di ajang Metal Hammer Golden God Awards.


Namun Trivium tak betah tak berteriak. Akhirnya di album Shogun (2008), Matt berteriak lagi. "Tapi di album ini kami ambil jalan tengah. Jadi Matt berteriak di mana dia perlu berteriak, dan dia bernyanyi di mana dia harus mengucapkan jelas vokalnya. Intinya, kami selalu ingin menampilkan hal baru, dan lebih baik di album berikutnya," kata Paolo.



Mereka tak setuju jika heavymetal diidentikkan dengan kekerasan dan gaya hidup yang buruk. Trivium ingin mengubah pola pikir orang tentang heavymetal. "Kekerasan bisa muncul karena banyak hal, bukan karenaheavymetal. Kami selalu berusaha memberi energi positif. Orang mungkin sulit ngerti, bikin musik itu susah. Mungkin, heavymetal 1980-an identik dengan rambut gondrong, dan gaya hidup nge-drugs. Tapi saat ini, itu dua hal yang berbeda. Musik datang pertama, hura-hura itu bonus," tutur Paolo diamini Nicholas yang baru pertama kali keluar dari kota Florida.

0 komentar:

Posting Komentar